15fUkKsZVT9yDgBv50vtln5Ad8Y63wPOAJoCaduz

Kirimkan karya

Kirim

HMJ PAI UIN WALISONGO

Labels

Bungkus, Titipkan dan Terwujud

 

dok. Pribadi

Seminggu setelah Aku menyelesaikan pendidikan magisterku dengan predikat cumlaude, berprestasi, dan menjadi mahasiswi inspiratif, Allhamdulillah  tepat pada tujuh belas Ramadhan Aku juga telah menyelesaikan hafalanku. Tahun ini Allah telah mengabulkan beberapa cita-cita terbesarku. Namun, tidak berhenti pada hal tersebut. Allah juga mengadiahkan hal yang tak kalah istimewa pada hari raya Idul Fitri.

Betul janji Allah, barangsiapa yang mau bersungguh-sungguh dan menaati apa yang telah menjadi perintah Allah maka Allah akan memudahkan jalan-jalan yang lainnya. Allah mengirimkan bingkisan do’aku yang selama ini ku titipkan kepada-Nya. Allah kirimkan secara bersaman di hari  yang mulia ini.

Tepat pada lebaran hari ketiga, teleponku bergetar. Aku menyangka bahwa itu adalah teman-teman sealumniku untuk mengajak bersilaturahmi atau hanya sekedar berumpul karena sudah lama kami tidak berjumpa. Sejak Aku merantau ke tanah Jawa Aku belum pernah bertemu kembali berkumpul dengan mereka, Aku juga belum pernah bertemu dengan mereka. Namun, sangkaanku ternyata salah. Telepon ini berasal dari laki-laki yang dua tahun silam pernah menemuiku bersama temannya di kota Lawang Sewu.

Aku terkejut, ternyata benar bahwa ia datang kerumahku. Aku pun tidak pernah memberitahu alamat lengkap rumahku sedatail mungkun kepadanya. Namun, tidak tau kini ia nyata tepat  di hadapan pintu rumahku.

“Assalamu’alaikum, Mbak.” Salam khas darinya.

“Wa’alaikumussalam Warrohmatullahi Wabarokaatuh, Kak. Silahkan masuk, Kakak.” Jawabku sembari mempersilahkannya masuk ke dalam rumah.

“Terima kasih, Mbak.” Jawabnya dengan senyumnya yang khas dan menundukkan pandangannya.

Pikiranku masih belum percaya bahwa ia benar datang ke rumahku. Namun, Aku mencoba tenang agar hatiku tidak berdegup dan bertanya-tanya tentangnya.

“Mbak, Bapak ada?” Tanyanya kepadaku.

Deg, hatiku yang awalnya kucegah untuk berdegup kencang malah semakin bertambah degupannya. Namun, Aku tetap berusaha tenang agar tingkahku tidak salah di hadapan yang bukan mahramku.

“Ada, Kak. Bapak sedang ada di belakang. Nanti akan Saya panggilkan, Kak. Oh ya Kak, mau minum apa?” Tanyaku kepada laki-laki tersebut.

“Air putih saja, Mbak.” jawabnya singkat.

“Baik, Kak.”  Aku masuk menuju dapur meninggalkannya sendirian di ruang tamu.

Kemudian, Bapak bertanya kepadaku.

“Nduk. Ada tamu, njih?.” Tanya Bapak.

“Dalem, Pak. Njih, Bapak di ruang tamu ada teman Saya.” Jelasku kepada Bapak.

Sembari Aku menyiapkan beberapa makanan tradisonal untuk kusajikan di depan, tidak lama terdengar Bapak dan laki-laki itu mengobrol dengan sangat asyik. kupikir, hal itu wajar terjadi, karena Bapak selalu mengajarkan bahwa haruslan memuliakan tamu sehingga ketika ada tamu yang berkunjung pun kita harus dapat membawanya dalam suasana yang nyaman termasuk mengajaknya berbicara.

“Kakak tidak pulang kampung, ya?” Tanyaku masuk dalam pembicaraan.

Tatapannya sebentar beralih kepadaku lalu ia tundukkan kembali dan menatap makanan yang kusajikan.

“Tidak, Mbak. Saya ingin menunaikan cita-cita Saya sebelum kembali ke kampung halaman, disamping harus menjaga sekolah dan pondok pesantren di sana” Jelasnya kepadaku dan Bapak.

“Silahkan dimakan, Kak, Bapak”. Ku persilakan ia mecicipi makanan tradisional yang Aku buat bersama Ibu tadi malam.

Laki-laki itu meraih gelas yang berisi air putih dan meneguknya. Lalu, ia memulai pembicaraan di tengah nikmatnya mencicipi jajanan lebaran. Laki-laki itu menyampaikan maksud dan tujuannya datang ke rumahku.

“Bapak, Saya datang ke rumah Bapak ini yang pertama Saya ingin berilaturahmi. Selamat hari raya idulfitri, Bapak sekeluarga. Kedua, Saya hendak menyampaikan maksud bahwa…..,” Belum selesai ia berkata, hatiku semakin berdetak kencang, pikiranku meunculkan harapan bahwa Allah juga akan menjawab salah satu do’a terbesarku di tahun ini juga. Lalu, dia melanjutkan pembicaraannya kepada Bapak.

 “Saya bermaksud melamar putri, Bapak. Izinkan Saya menjadi pendamping putri, Bapak dan menyempurnakan separuh agama Saya, Pak.” Ucapnya dengan penuh keyakinan.

Wajah Bapak berseri, seakan ia menemukan cahaya yang pasti. Senyumnya menyertai dan menatap laki-laki itu dengan pasti. Lalu, beliau menanggapi ucapan yang disampaikan oleh laki-laki ini.

“Apa yang menjadi pilihan putri Saya, maka itulah jawaban Saya, Nak. Lalu, bagaimana Nduk denganmu?. Tanya Bapak panggilan kesayangannya kepadaku.

Aku tersipu malu. Namun, tanpa berfikir lama kuberanikan menatap laki-laki itu di hadapan, Bapak sembari memberikan jawaban. Sedangkan jantungku semakin berdegup dengan kencang.

“Bismillah. Saya siap, Bapak. Saya siap dibimbing oleh Kakak untuk mencari ridho Allah.” Jawabku.

“Alhamdulillah ya Rabb.” Ucap Bapak dan Kakak serentak.

Ini adalah bingkisan yang Allah berikan kepadaku. Aku sangat bahagia sekali. Saya yakin bahwa Kakak adalah pilihan Allah yang terbaik, dan akan menjadi imamku di dunia hingga akhirat. Aamiin ya robbal’alamiin. (*)

Waullohu’alam Bisshowwaab. 

 

Penulis : Yulia Mayasari (HMJ PAI Angkatan 2019 dan Disciples Monash Institute Semarang)

 

Related Posts

Related Posts