15fUkKsZVT9yDgBv50vtln5Ad8Y63wPOAJoCaduz

Kirimkan karya

Kirim

HMJ PAI UIN WALISONGO

Labels

Radikalisme Agama Islam di Indonesia dalam Dunia Pendidikan

dok. Freepik


Secara etimologi, radikalisme berasa dari istilah radikal. Kata radikal berasal dari bahasa Latin, radix atau radici. Radix dalam bahasa Latin berarti 'akar'. Istilah radikal mengacu pada hal-hal mendasar, prinsip-prinsip fundamental, pokok soal, dan esensial atas bermacam gejala.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas,2002), radikalisme diartikan sebagai paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Radikalisme juga memiliki penilaian berbeda terhadap situasi politik yaitu membenarkan bahkan membutuhkan tindak kekerasan menyangkut politik (political violence) sebagai satu-satunya jalan untuk mengubah kondisi politik (Moskalenko dan McCauley ,2009).Radikalisme menurut Cross (2013) yaitu sebagai: 1) Istilah dalam lingkup gerakan sosial maupun politik yang berarti sebuah proses, praktik, atau serangkaian keyakinan dari keadaan non-radikal menjadi radikal. Praktik radikalisme sering diasosiasikan dengan sejumlah taktik dan strategi yang berada di luar lingkup aksi protes politis maupun religius yang dapat diterima, bahkan menjurus ilegal. 2) Radikalisme merepresentasikan sisi ekstrim dari (kurva) distribusi aksi politik yang dapat diterima dan radikalisme dapat melibatkan aksi kekerasan atas dasar keyakinan, bukan personal. 3) Radikalisme dapat merujuk pada keyakinan tentang cara terbaik untuk meraih tujuan gerakan. Keyakinan radikal mengembangkan perasaan bahwa cara yang diterima (oleh masyarakat) untuk mengubah keadaan tidaklah cukup dan langkah-langkah luar biasa harus ditempuh.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa radikalisme adalahsuatu pahamyang dibuat oleh sekelompok aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial atau politik secara drastic dengan menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai perubahan kondisi.

Proses radikalisme ternyata juga menjaga kampus khususnya kalangan mahasiswa. salah satunya adalah tertangkapnya lima dari tujuh belas  anggota jaringan Pepi Fernando berpendidikan sarjana, 3 diantaranya merupakan lulusan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sebelumnya, mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah juga terlibat dalam aksi-aksi terorisme yang berhasil dilumpuhkan oleh Detasemen khusus 88 anti teror Mabes Polri. Ini sungguh mengejutkan karena Rektor perguruan tinggi tersebut sering diundang untuk berbicara tentang Pluralisme dan ajaran-ajaran Islam yang damai. Hal ini menimbulkan pertanyaan yang cukup menggelitik karena UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dikenal liberal tetapi ternyata kecolongan. Banyak analisis selama ini yang menyatakan bahwa perekrutan jaringan radikal di kalangan mahasiswa biasanya ditunjukkan oleh perguruan tinggi perguruan tinggi umum dan lebih khususnya bagi mahasiswa fakultas fakultas eksakta. Dengan kata lain kebanyakan mahasiswa yang direkrut adalah berlatar belakang pengetahuan keagamaan yang minim. Dengan begitu mereka lebih mudah untuk didoktrin.

Berdasarkan laporan penelitian di lakukan litbang tahun 1996 pada 4 perguruan tinggi sekuler yakni UGM dan Unhas terjadi peningkatan aktivitas keagamaan di sejumlah kampus-kampus tersebut, bahkan disebut bahwa kampus bambu tersebut menjadi tempat yang paling potensial perkembangannya aktivitas keislaman (religius) yang cenderung eksklusif dan radikal. Dengan demikian revivalisme Islam tidak muncul dari kampus-kampus berbasis keagamaan tetapi dari kampus-kampus sekuler dan umum.

Perguruan tinggi umum lebih mudah menjadi target rekrutmen gerakan-gerakan radikal, sementara perguruan tinggi berbasis keagamaan dianggap lebih sulit. kalau ternyata faktanya menunjukkan bahwa gerakan radikal juga sudah merapat dan subur di kampus-kampus berbasis keagamaan, Makalah ini dapat membuktikan dua hal. pertama ,telah terjadi perubahan di dalam perguruan tinggi berbasis keagamaan itu sendiri, kedua,telah terjadi metamorfosa bentuk dan strategi gerakan di internal gerakan-gerakan radikal

Untuk pembuktian yang pertama, adanya konversi dari IAIN  menjadi UIN membuka peluang yang sangat besar bagi alumni alumni yang berasal dari SMU /SMK/ STM untuk menjadi mahasiswa perguruan tinggi agama tersebut. Kalau dulu sebagian besar calon Mahasiswa IAIN berasal dari lulusan madrasah atau pondok pesantren.

Pembuktian yang kedua, gerakan-gerakan radikal telah melakukan metamorfosis tentu saja perlu penelitian yang lebih mendalam tetapi secara teoretis, Hal ini tentu saja mungkin terjadi. Ruang gerak gerakan gerakan radikal jelas semakin sempit dengan Densus 88 anti teror. hal ini tentu saja membuat mereka mencari cara, strategi dan taktik gerakan baru. Salah satunya metamorfosa yang dilakukan adalah dengan merubah objek yang direkrut dari awalnya orang awam tidak terdidik menjadi mengarah kepada kalangan terdidik dalam hal ini adalah mahasiswa.

Berdasarkan hipotesa di atas gerakan radikal di kalangan mahasiswa tidak berdiri sendiri, tetapi pasti memiliki keterkaitan jaringan dengan organisasi-organisasi radikal di luar kampus yang sudah terlebih dahulu ada. fenomena ini menjadi bukti gamblang bahwa keterkaitan antara jaringan gerakan radikal di kampus dengan gerakan radikal di luar kampus.


Penulis : Dewi Putri Kartika Rahayu

Related Posts

Related Posts