15fUkKsZVT9yDgBv50vtln5Ad8Y63wPOAJoCaduz

Kirimkan karya

Kirim

HMJ PAI UIN WALISONGO

Labels

EKSPLOITASI

 

dok. Freepik

Kalau boleh berandai-andai, pasti banyak orang yang berharap bahwa suatu hari kelak pemilihan presiden dan kepala daerah didorong oleh tuntutan rakyat, setiap pemimpin berkomitmen mengatasi ancaman kerusakan lingkungan, tanah dan air, termasuk masalah banjir.

Jika melihat dari pemilihan kepala daerah di beberapa wilayah, mungkin secara keseluruhan, justru yang dikampanyekan malah persoalan siapa yang paling religius dan siapa yang paling pribumi. Padahal negeri ini memiliki persoalan dasar yang mengancam kelumpuhan di semua sektor, yakni ketidakadilan ekologis.

Ketidakadilan ekologis bersinggungan dengan masalah kemanusiaan. Jika lingkungan tidak terawat dengan baik, maka alam yang kemudian memiliki kehendaknya sendiri. Alih-alih melakukan reboisasi dan konservasi, justru yang dilakukan adalah betonisasi. Tentu hal ini menjadi alasan terkuat bencana seperti banjir dan longsor tidak bisa dicegah lagi. Seperti saat musim hujan tiba, intensitas air yang berasal dari hujan bertambah, namun  tidak terserap dengan baik karena krisis lingkungan. Sehingga air meluap, menggenangi perumahan warga.

Pada abad sekarang ini, apa yang kita anggap sebagai kemajuan dan pencerahan justru mengancam manusia dari dalam. Lebih parah dari krisis ekonomi. Para wakil bangsa bergerak bersama kaum agamawan yang memonopoli kebenaran dan kapitalisme menguasai alam dan manusia. Mesin-mesin dan alat produksi digunakan untuk mengeruk kekayaan alam. Sehingga manusia tak lagi mesra dengan alam. Pohon-pohon dibabat, bukit-bukit diratakan. Bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan udara beracun telah merenggut banyak korban jiwa.

Tepat di awal tahun 2022 pada bulan Januari hingga Februari bersumber dari artikel darilaut.id, mengatakan bahwa setidaknya terjadi sebanyak 327 banjir dan tanah longsor di Indonesia. Membuat siapapun merasa sedih dan prihatin atas bencana yang menimpa warga. Belum lagi lenyapnya harta benda dan penyakit mengancam dari mana saja.

Sereligius apapun seorang pemimpin, jika mengabaikan masalah lingkungan, maka bencana alam pasti akan datang. Karena kerusakan alamlah yang menjadi konsekuensi logis atas bencana yang terjadi. Perubahan iklim itu nyata dan cuaca ekstrem adalah konsekuensi dari pemanasan global.

Inikah yang kita inginkan dari kemajuan? Masa depan yang penuh sesak dengan tumpukan plastik, udara yang kotor, bumi yang panasnya luar biasa karena pemanasan global. Atau justru manusia hendak mendahului pencipta-Nya dengan menciptakan kiamat lebih cepat?

Zaman boleh beda, teknologi boleh canggih, tapi alam harus tetap terjaga dan tidak boleh rusak. Semoga bencana banjir ataupun tanah longsor yang melanda beberapa daerah segera teratasi. Serta para pemimpin negeri ini menaruh perhatian lebih kepada lingkungan baik hutan, sungai, laut, dan alam sekitar.


Penulis : Alza Nabiel Zamzami (HMJ PAI Angkatan 2019)

Related Posts

Related Posts