15fUkKsZVT9yDgBv50vtln5Ad8Y63wPOAJoCaduz

Kirimkan karya

Kirim

HMJ PAI UIN WALISONGO

Labels

Peran Zakat Digital dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Dana Zakat di Masa Pandemi Covid-19

 

Dok. Baznas

Penulis : Anis Rahayu, Saniyatul Karomah, Sa’idatul Hanik Hikmawati (HMJ PAI Angkatan 2019)

ABSTRAK

Kehadiran era digital di masa teknologi 4.0 memungkinkan setiap manusia untuk melakukan segala hal melalui gawainya, baik itu smartphone ataupun laptop. Sejak adanya pandemi Covid-19, terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat yang cenderung beralih ke sektor digital. Hal ini merupakan peluang yang sangat prospektif bagi zakat digital untuk meningkatkan presentase penghimpunan zakat, sekaligus menjadi tantangan dalam pendistribusian dana zakat mengingat dampak Covid-19 menyasar ke semua kalangan kelas masyarakat, termasuk kaum muzakki. Sementara itu, jumlah mustahik (penerima manfaat) semakin bertambah. Sosialisasi mengenai zakat digital sangat diperlukan untuk mengetuk sanubari masyarakat bahwa betapa besarnya peran zakat terhadap kelangsungan dan kemaslahatan kemanusiaan, apalagi di masa pandemi. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui peran zakat digital dalam mengoptimalkan pengelolaan dana zakat di masa pandemi Covid-19 dan masa teknologi 4.0. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian yang bersifat deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan teknik pengumpulan data analisis kajian kepustakaan (literature review). Hasil analisis menunjukkan bahwa pengelolaan zakat digital sangat membantu dalam pelayanan masyarakat ditengah kondisi pandemi seperti ini, ditunjang dengan kecanggihan teknologi yang dibarengi dengan kegiatana sosialisasi online kepada masyarakat guna meningkatkan sikap percaya terhadap lembaga pengelola zakat demi kesejahteraan bersama.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat lepas dari berbagai permasalahan ekonomi, apalagi dunia saat ini sedang mengalami suatu musibah yaitu adanya pandemi Covid-19. Pandemi ini tidak hanya berdampak pada kondisi kesehatan masyarakat saja, namun juga membuat ekonomi masyarakat menjadi lumpuh. Pendapatan masyarakat menurun bahkan tidak ada sama sekali. Dampak selanjutnya adalah bertambahnya jumlah penduduk miskin. Kemiskinan merupakan bahaya besar bagi umat manusia karena dapat menimbulkan berbagai tindakan kejahatan ataupun kriminalitas akibat desakan ekonomi. Untuk memulihkan keadaan negara, tidak dapat diselesaikan dengan hanya mengandalkan kebijakan pemerintah. Namun, diperlukan kerjasama dari seluruh elemen, yaitu masyarakat, pemerintah, dan organisasi social, seperti organisasi pengelolaan zakat (OPZ). Salah satu tujuan dari organisasi pengelolaan zakat adalah menjadi wadah bagi umat Islam dalam menyalurkan zakatnya. Hal ini menjadi momentum bagi lembaga-lembaga zakat untuk ambil bagian guna membantu masyarakat yang terkena dampak dari musibah pandemi Covid-19.

Dalam Islam, zakat merupakan suatu kewajiban bagi yang memenuhi syarat untuk membayar zakat. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat di Indonesia. Sejalan dengan perkembangan teknologi 4.0, BAZNAS menciptakan program pembayaran zakat secara digital melalui beberapa situs e-commerce yang ada di Indonesia. Hal ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat Indonesia untuk membayar zakat. Semakin mudah pembayaran zakat, maka akan semakin banyak kemungkinan muzaki yang membayar zakat dan membuat peningkatan penerimaan zakat yang cukup signifikan. Peningkatan penerimaan zakat akan turut membantu pertumbuhan perekonomian Indonesia yang saat ini menurun akibat pandemi Covid-19 dan membantu meminimalisir tingkat kemiskinan di Indonesia.[1]

Berdasarkan penjabaran di atas, penulis tertarik untuk menganalisis bagaimana peran zakat digital dalam mengoptimalkan pengelolaan dana zakat di masa pandemi covid-19 dan masa teknologi 4.0. karena kemajuan teknologi digital yang semakin gencar berkembang di masyarakat akan sangat meningkakan kualitas pengelolaan zakat dan turut menyumbang peran yang besar di dalamnya di tengah kondisi pandemi yang mana akan menjadi alternatif pelayanan kesejahteraan selain sesuai dengan prosedur kesehatan juga akan menekan kemiskinan.

Landasan Teori

A.   Zakat

1.    Definisi Zakat

Zakat menurut etimologi bahasa Arab artinya adalah membersihkan atau menumbuhkan, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT Q.S. Asy-Syams: 9.  

قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّهَا

“Sungguh beruntung orang yang membersihkannya.”, yakni membersihkannya dari segala kotoran.

Sedangkan menurut terminologi para ulama fikih, zakat itu adalah memberikan harta tertentu yang dimiliki untuk orang-orang tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula. Artinya, seorang hartawan yang hartanya telah mencapai nisab diwajibkan untuk menyisihkan sebagian hartanya kepada orang-orang fakir atau golongan lain yang berhak untuk menerimanya.[2]

2.    Hukum dan Dalilnya

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang lima. Oleh karena itu, hukum berzakat bagi orang yang sudah memenuhi syarat-syaratrya adalah fardhu ‘ain. Zakat ini mulai diwajibkan pada tahun kedua hijriah. Dalil kewajibannya antara lain dari Al-Qur'an, hadits dan ijma'.

Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman, di antranya:

اَلّذِيْنَ اِنْ مَّكَّنَّهُمْ فِى الْاَرْضِ اَقَامُوا الصَّلَوةَ وَاَتَوُا الزَّكَوةَ وَاَمَرُوْا بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْاُمُوْرِ

“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (Q.S. Al-Hajj: 41)

الَّذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَآ ئِمُوْنَ

“Dan orang-orang yang dalam hartanya disisihkan bagian tertentu.” (Q.S. Al-Ma'arij: 24).

Adapun hadits Nabi SAW banyak sekali riwayat yang menyebutkan kewajiban untuk berzakat, di antaranya adalah riwayat Imam At-Tirmidzi dari Sulaim bin Amir, dari Abu Umamah, dia mengatakan; aku mendengar khutbah Nabi SAW saat Haji Wada, beliau bersabda,

اتَّقُوا اللهَ رَبَّكُمْ وَصَلُّوا خَمْسَكُمْ وَصُومُوا شَهْرَكُمْ وَاَدُّوازَكَاة امْوَالِكُمْ وَاَطِيْعٌوا ذَا اَمْرِكُمْ تَدْخُلُوا جَنَّةَ رَبِّكُمْ.

“Bertakwalah kalian kepada Allah, tegakkanlah shalat lima waktu, berpuasalah di bulan Ramadhan, tunaikanlah zakat harta kalian, dan patuhilah pemimpin kalian, maka niscaya kalian akan masuk ke dalarn surge yang telah dipersiapkan oleh Tuhan kalian.”

At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini termasuk hadits hasan shahih. Banyak lagi hadits-hadits lainnya. Adapun kewajiban berzakat juga diijma'kan oleh seluruh ulama, bahkan seluruh kaum Muslimin, bahwa zakat adalah salah satu dari rukun Islam yang lima.[3]

3.    Syarat Wajib Zakat

a.     Mencapai usia baligh

b.    Berakal sehat

c.     Beragama Islam

Maka dari itu tidak diwajibkan untuk berzakat bagi orang kafir, baik itu kafir sedari dulu ataupun kafir murtad. Namun madzhab Maliki dan Asy-Syaf’i tidak sependapat dengan pandangan madzhab Hanafi dan Hambali tersebut.

Menurut madzhab Maliki, beragama Islam adalah syarat sah untuk menunaikan zakat, bukan syarat wajib. Oleh karena itu orang kafir juga diwajibkan untuk berzakat meskipun zakatnya tidak sah kecuali dengan memeluk agama Islam. Adapun jika orang kafir telah masuk agama Islam, maka kewajiban berzakat di masa-masa kekafiran mereka sudah gugur hukumnya.

Menurut madzhab Asy-Syafi'i, zakat juga diwajibkan terhadap seorang murtad meskipun masih tergantung, apabila dia kembali memeluk agama Islam maka jelas zakat itu diwajibkan atas hartanya, dan dia harus menyisihkan harta tersebut. Jikapun dia mengeluarkan zakatnya pada saat masih murtad, maka zakat itu tetap sah, begitu juga dengan niatnya, karena niat berzakat bukan untuk ibadah, melainkan untuk membedakan antara pengeluaran harta untuk zakat atau untuk yang lainnya. Adapun jika orang yang murtad itu tidak kembali ke dalam agama Islam sampai dia mati, maka hartanya sudah menjadi harta rampasan, dan tidak perlu lagi dizakatkan. Syarat beragama Islam ini bukan hanya syarat wajib saja, melainkan juga syarat sah, karena zakat itu tidak sah kecuali dengan niat, dan niat itu tidak sah jika berasal dari orang kafir. Hal ini disepakati oleh tiga madzhab selain madzhab Asy-Syaf’i, karena menurut madzhab Asy-Syafi'i, niat itu dapat dianggap sah jika berasal dari orang kafir yang murtad.

d.    Kepemilikan penuh

e.     Mencapai nisab

Nisab adalah batas harta yang ditetapkan dalam syariat Islam untuk kewajiban berzakat. Batas nisab ini tidak selalu sama untuk semua jenis harta.

f.     Mencapai haul

Harta yang hendak dizakatkan itu telah dimiliki selama satu tahun penuh. Satu tahun yang dimaksud di sini adalah satu tahun menurut perhitungan qamariyah (tahun hijriah) bukan syamsiyah (tahun masehi).

g.    Status merdeka

Maka dari itu tidak diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya jika harta yang mencapai nisab dimiliki oleh hamba sahaya, meskipun hamba sahaya itu seorang mukatib, yakni hamba sahaya yang mencicil uang pembebasan dirinya.

h.    Nisabnya terbebas dari hutang [4]

4.    Hal-hal yang wajib dizakati

Hal-hal yang wajib untuk dikeluarkan zakatnya itu ada lima macam sebagai berikut:

a.     Hewan Ternak, meliputi onta, sapi, dan kambing.

b.    Emas, Perak, uang baik yang logam maupun kertas

Emas dan perak wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah mencapai nisab. Adapun nisab untuk emas adalah dua puluh misqal, yang sama beratnya dengan dua puluh dinar menurut para ulama, kecuali madzhab Hambali. Menurut madzhab Hambali, berat dinar itu lebih ringan dari misqal, sedangkan nisab untuk emas dengan ukuran dinar adalah dua puluh lima dinar. Satu misqal sama dengan 4,25 gram. Jadi, dua puluh misqal itu sama dengan 85 gram emas, baik yang sudah dibentuk ataupun belum. Sedangkan yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah 2,5 persen, yaitu 2,125 gram. Adapun nisab untuk perak adalah dua ratus dirham. Satu dirham sama dengan 2,975 gram. Jadi, dua ratus dirham itu sama dengan 595 gram, baik yang sudah dibentuk ataupun belum. Sedangkan yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah 2,5 persen yaitu 14,875 gram. Jumhur ulama sepakat bahwa uang juga wajib dikeluarkan zakatnya, karena uang di zaman sekarang telah digunakan sebagai alat transaksi seperti halnya emas atau perak di zaman dahulu, dan uang itu dapat ditukarkan dengan emas atau perak tanpa kesulitan sama sekali.

c.     Zakat Komoditas Perniagaan

Komoditas perniagaan adalah harta yang wajib dizakatkan selain emas dan perak. Tiga madzhab selain madzhab Maliki sepakat bahwa emas dan perak sama sekali tidak masuk dalam komoditas perniagaan, dan hukum zakatnya berbeda satu sama lain, sedangkan menurut madzhab Maliki, apabila emas atau peraknya belum dicetak (belum dapat dijadikan alat tukar) maka hukumnya masuk ke dalam komoditas perniagaan, bukan masuk dalam hukum emas atau perak yang sudah dicetak. Komoditas perdagangan ini meliputi pakaian, besi, atau jenis-jenis barang lain yang biasanya dapat diperjual belikan. Oleh karena itu apabila seseorang memiliki barang niaga ini dan sudah memenuhi syarat-syaratnya maka dia wajib mengeluarkan zakat dari barang-barang tersebut sebanyak
dua setengah persen dari seluruh komoditasnya.

d.    Zakat Hasil Bumi dan Pertambangan

e.     Zakat Hasil Perkebunan dan Pertanian[5]

5.    Golongan Para Penerima Zakat

Golongan yang berhak untuk menerima zakat berjumlah delapan, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah

اِنَّمَا الصَّدَقَتُ لِلْفُقَرَآءِوَالْمَسَكِيْنِ وَالْعَمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغَرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ فَرِيْضَةً مِّنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualafl), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana." (Q.S. At-Taubah: 60)

Penjelasan definisi dan hukum untuk masing-masing golongan sebagai berikut.

a.     Menurut madzhab Hanafi, orang fakir adalah orang yang memiliki harta sedikit, kurang dari nisab zakat, atau setara dengan nisab namun tidak penuh karena habis untuk memenuhi kebutuhannya, dan dengan kepemilikannya atas nisab tersebut tidak membuatnya keluar dari status kefakiran yang diperbolehkan untuk menerima bagian zakat. Namun jika
ada orang fakir yang memiliki ilmu agama, maka dia lebih berhak lagi untuk menerima zakat tersebut.

b.    Orang miskin adalah orang yang sama sekali tidak memiliki harta sedikitpun hingga dia harus meminta-minta agar dia dapat makan dalam kesehariannya, atau agar dia dapat menutupi tubuhnya dengan pakaian.

c.     Amil zakat adalah orang yang diangkat oleh imam sebagai petugas yang menerima dan mengumpulkan zakat. Adapun amil zakat ini boleh mengambil bagian dari zakat sesuai dengan apa yang dikerjakannya.

d.    Riqab (budak) adalah para hamba sahaya, terutama mereka yang berusaha untuk mengangsur sejumlah harta kepada tuannya sebagai pembebasan dirinya di suatu hari nanti (budak mukatib).

e.     Gharim (orang yang berhutang) adalah orang yang memiliki harta mencapai nisab namun setelah hartanya diserahkan untuk membayar hutang maka hartanya tidak lagi mencapai nisab. Adapun memberikan zakat kepada orang yang berhutang ini lebih afdhal daripada memberikannya kepada orang fakir.

f.     Fi sabilillah (untuk jalan Allah) maksudnya adalah orang-orang fakir yang kehabisan harta karena mereka sibuk berperang di jalan Allah.

g.    Ibnu sabil (musafir) adalah orang yang melakukan perjalanan jauh dan kehabisan ongkos. Musafir boleh diberikan zakat namun hanya sekadar menutupi kebutuhannya saja, karena lebih afdhal baginya untuk berhutang daripada menerima zakat.

h.    Adapun untuk muallaf, sejak zaman kekhalifahan Abu Bakar terdahulu golongan muallaf ini sudah tidak diberikan jatah untuk menerima zakat lagi (hukumnya terhenti setelah Rasulullah SAW wafat dan Islam sudah berjaya).[6]

B.   Zakat Digital

Zakat digital merupakan program Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dalam mengembangkan strategi pemanfaatan platform media digital sebagai instrumen pembayaran zakat yang sudah dimulai sejak tahun 2016. Ada lima platform yang disediakan BAZNAS untuk mendorong zakat digital. Pertama, BAZNAS platform, yakni melalui website BAZNAS dan program aplikasi bernama Muzaki Corner. Kedua, Commercial Platform, yakni mengembangkan kerja sama dengan e-commerce, seperti Lazada, Shopee, Blibli, Elevenia, JD.ID. BAZNAS juga bekerja sama dengan layanan Fintech, seperti OVO, Gopay, Linkaja, dan lainnya. Ketiga, Social Media Platform, di mana BAZNAS mendorong iklan dan kampanye melalui sosial media untuk mengajak masyarakat berzakat, seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, dan sebagainya. Keempat, Innovative Platform, yakni BAZNAS membuat layanan yang sifatnya inovasi yaitu melalui QR code. Kelima, Artificial Intelligence Platform, di mana BAZNAS dalam berkampanye menggunakan Chatbot pada aplikasi LINE bernama Zavira (Zakat Virtual Assistant) yang dapat ditemui di aplikasi LINE dengan nama akun @baznasindonesia, dan juga donasi menggunakan Augmented Reality. Saat ini BAZNAS sesuai arahan MUI dan pemerintah sudah membuka layanan zakat fitrah secara online yakni di web baznas.go.id/zakatfitrah, Kitabisa di kitabisa.com/zakatfitrah, Tokopedia di bitly/zakat-fitrah-tokopedia, dan shopee di bit.ly/zakat-fitrah-shopee.

Terkait dengan hukum zakat online telah banyak dibahas oleh para ustaz dan ulama bahwa hukumnya dibolehkan. Apapun yang memudahkan seseorang menunaikan kewajiban zakatnya tanpa melanggar hal-hal syar’i maka pada dasarnya hukumnya adalah boleh, termasuk dalam hal ini adalah membantu memudahkan zakat secara online. Zakat secara online tidak mengurangi syarat sahnya berzakat. BAZNAS telah menyediakan system sedemikian rupa untuk menjawab keraguan praktik ibadah zakat dengan system online. Dengan adanya zakat online BAZNAS, diharapkan dapat mempermudah masyarakat dalam menunaikan zakatnya dalam kondisi pandemic Covid-19 yang tidak dapat diprediksi kapan akan berakhir. Selain itu BAZNAS juga berkomitmen akan menyalurkan zakat yang dihimpun melalui online ini bagi para mustahik yang membutuhkan melalui lembaga-lembaga program yang dimiliki oleh BAZNAS.[7]

Menurut (Arifin Purwakananta, 2018) bahwa program Zakat Digital yang dikembangkan BAZNAS diyakini akan mendongkrak pengumpulan zakat, infak dan sedekah di Indonesia. Pengggunaan financial technology sekitar 5 persen dari keseluruhan transaksi ekonomi. Zakat Digital mencoba mendorong porsi 10 persen dari keseluruhan dana zakat yang dihimpun. Zakat digital merupakan cara BAZNAS untuk mengajak sebanyak mungkin masyarakat menjalankan ibadah zakat. Jika semua Muslim berzakat, maka dana zakat yang diperoleh baik oleh Baznas maupun LAZ akan lebih besar. Dana zakat itu kemudian akan disalurkan kepada orang yang membutuhkannya atau disebut mustahik.[8]

C.   Pandemi Covid-19

Covid-19 yang melanda dunia sekarang ini merupakan bagian dari virus yang menyebabkan terjadinya perubahan kondisi tubuh seperti sesak nafas, batuk, demam, nyeri tenggorokan dan perubahan kondisi tubuh lainnya. Virus ini seperti common cold atau pilek dan penyakit yang serius seperti MERS dan SARS. Penularannya dari hewan ke manusia (zoonosis) dan penularan dari manusia ke manusia sangat terbatas. Penyebaran virus covid-19 masih belum jelas bagaimana penularannya, hipotesis penyebaran virus covid-19 berawal dari saling berinterasksi antara manusia dan hewan, karena kasus-kasus yang muncul di Wuhan semuanya
mempunyai riwayat kontak dengan pasar hewan di Huanan (Kementerian Kesehatan, 2020). Di Indonesia penyebaran kasus positif pertama kali di publikasi pada tanggal 2 maret 2020. Oleh karenanya Pemerintah segera merespon cepat dengan mengeluarkan berbagai langkah kebijakan seperti himbauan melakukan physical serta social distancing dan langkah serius yang diambil pemerintah untuk memutuskan rantai penyebaran covid-19 ini yakni dengan membuat kebijakan
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).[9]

D.   Teknologi 4.0

Teknologi 4.0 atau Revolusi Industri 4.0 hadir menggantikan industri 3.0 ditandai dengan cyber fisik dan kolaborasi manufaktur. Istilah industri 4.0 sendiri muncul dari sebuah proyek yang diprakarsai oleh Jerman untuk mempromosikan komputerisasi manufaktur. Sebagaimana Lee menjelaskan bahwa revolusi industri 4.0, peningkatan legitimasi didorong oleh empat faktor. Pertama, peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektifitas. Kedua, munculnya analisis, kemampuan dan kecerdasan bisnis. Ketiga, terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin. Keempat, perbaikan intruksi transfer digital ke dunia fisik, seperti robotika dan 3D printing. Prinsip dasar industri 4.0 adalah penggabungan mesin, alur kerja, dan sistem dengan menerapkan jaringan cerdas di sepanjang rantai dan proses produksi untuk mengendalikan satu sama lain secara mandiri.

Hermann (2016) menambahkan, ada empat desain prinsip Industri 4.0. Pertama, interkoneksi yaitu kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan orang untuk terhubung dan berkomunikasi melalui Internet of Things atau Internet of People. Prinsip ini membutuhkan kolaborasi, keamanan dan standar. Kedua, transparansi informasi merupakan kemampuan sistem informasi untuk menciptakan salinan virtual, salinan fisik dengan memperkaya modal digital dengan data sensor termasuk analisis data dan penyediaan informasi. Ketiga, bantuan teknis yang meliputi kemampuan sistem bantuan untuk mendukung manusia dengan menggabungkan dan mengevaluasi informasi secara sadar untuk membuat keputusan yang tepat dan memecahkan masalah mendesak dalam waktu yang sangat singkat. Keempat, keputusan terdesentralisasi yang merupakan kemampuan sistem fisik maya untuk membuat keputusan sendiri dan menjalankan tugas seefektif mungkin.[10]

METODE

Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian yang bersifat deskriptif dengan analisis kajian studi kepustakaan (literature review) terkait dengan peran zakat digital dalam mengoptimalkan pengelolaan dana zakat untuk mengatasi krisis ekonomi di masa pandemi khususnya dan masa teknologi 4.0. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan memaparkan, melukiskan, dan melaporkan segala keadaan objek yang diteliti sebagaimana adanya tanpa menarik suatu kesimpulan.[11] Adapun studi kepustakaan adalah studi yang objek penelitiannya dapat berupa karya-karya kepustakaan baik berupa jurnal ilmiah, buku, artikel dalam media massa, maupun data-data statistika. Sedangkan strategi pengumpulan datanya dengan melakukan penelusuran data sekunder.[12]

HASIL DAN PEMBAHASAN

Revolusi industri 4.0 yang gencar digaungkan serta didukung oleh gerakan nasional Making Indonesia 4.0, semakin menunjukkan eksistensi dan urgensi digitalisasi pada semua aspek. Tak terkecuali dalam hal penghimpunan dana oleh lembaga filantropi, termasuk zakat. Zaimah menyebut, sebagaimana dikutip dari Purwakananta (2010), bahwa mekanisme dan proses penghimpunan zakat, akan bergeser mengikuti arah perkembangan zaman saat ini, yaitu melalui pemanfaatan media online.[13] Dalam sistem pelaksanaan zakat digital ini, perlu dilakukan strategi sosialisasi kepada masyarakat agar komunikasi antara lembaga zakat dan masyarakat bisa berlangsung serta menjadi penentu kepercayaan masyarakat kepada lembaga zakat yang mengadakan sosialisasi tersebut.

Proses sosialisasi pengelolaan zakat kepada masyarakat, akan mengalami kendala dan kesulitan jika tidak dibantu dengan teknologi media yang saat ini semakin berpengaruh terhadap kehidupan. Masyarakat yang sudah mendominasi dengan dunia teknologi online turut menjamin tercapainya target dakwah atau sosialisasi zakat sejalan dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat. Kurangnya tingkat kepercayaan dari masyarakat terhadap lembaga zakat sangat mungkin untuk dihilangkan dengan cara membangun suatu sistem tata kelola organisasi yang baik khususnya tata kelola terkait administrasi, pengawasan, dan pelaporan keuangan. Komunikasi yang terjalin antara OPZ dengan muzaki yang baik, dapat meningkatkan penghimpunan zakat yang dibayarkan oleh para muzaki dan kepercayaan akan terbangun untuk modal utama bagi OPZ untuk dapat menarik para muzaki menyalurkan zakatnya melalui OPZ.

Di samping itu, penataan petugas dan pegawai amil juga perlu diperhatikan dengan cara melakukan rekruitmen petugas amil yang memenuhi kriteria tertentu yang mendukung profesionalitas institusi lembaga zakat tersebut. Di antaranya dengan pemilihan petugas yang memiliki sikap adil, jujur, dapat dipercaya, mempunyai kemampuan teknologi yang mumpuni serta penghitungan zakat yang benar, tidak zalim, dan tidak menerima hadiah terkait tugasnya. Digitalisasi zakat menjadi salah satu program yang menjadi fokus saat ini dari Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) guna memberikan kemudahan umat Islam dalam berzakat. Program ini dicanangkan oleh BAZNAS dengan bekerjasama kemitraan fundraising platform di Indonesia. Zakat digital ini diyakini akan meningkatkan pengumpulan zakat, sedekah, dan infak di Indonesia dengan menggunakan financial technology sekitar 5 % dari transaksi ekonomi sehingga dapat mendorong 10 % dari keseluruhan dana zakat yang dihimpun.[14]

Perlunya peningkatan performa zakat digital dalam hal ini aplikasi misalnya mendorong masyarakat untuk melakukan zakat dengan membangun ekosistem pemberdayaan masyarakat secara lebih terintegrasi, misalnya pada program pemberdayaan ekonomi produktif perlu dibangun dengan memanfaatkan teknologi digital. Selain untuk membangun ekosistem, teknologi digital juga harus digunakan untuk membantu memfasilitasi usaha mustahik agar mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas. Penyaluran zakat bukan hanya soal ketepatan sasaran, melainkan juga pengembangan dan proses integrasi.[15]

Melihat kondisi pandemi covid-19 yang sangat berpengaruh terhadap ekonomi, kini banyak usaha dari masyarakat menjadi terhambat. Dengan kondisi seperti ini, perlu adanya alternatif pelayanan yang tepat demi kesejahteraan masyarakat meskipun tengah mengalami perubahan dalam banyak hal untuk tetap berjalan semestinya dengan lebih memanfaatkan kecanggihan teknologi, tak terkecuali dalam hal pelayanan zakat. Berikut tabel dari dampak covid-19 terhadap masyarakat.

Tabel. 1 Dampak Covid-19 Terhadap Ekonomi Masyarakat

No.

Aktivitas ekonomi

Dampak

1.        

UMKM

Menurunnya aktifitas transaksi jual beli, bahan baku produksi sulit di jangkau, distribusi produk terhambat, dan penyedia jasa juga terkena dampak dari covid-19

2.        

Karyawan

Perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai dampak dari pandemi covid-19

3.        

Jasa Transportasi

Transportasi menjadi terhenti akibat kebijakan soal social distancing dan physical distancing.

4.        

Pekerja harian

Yang paling merasakan dampak ekonomi secara langsung adalah pekerja harian informal. Dimana mereka harus kehilangan pekerjaan hariannya karena kebijakan stay at home atau kebijakan PPKM. Seperti tukang becak, juru parkir, ojek online, penjual makanan ringan dan lain-lain.

Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang dimaksud pengelolaan zakat adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Sedangkan tujuan dari pengelolaan zakat adalah untuk meningkatkan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat , serta meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) sebagai institusi perantara yang menjembatani antara muzaki dengan mustahiq, memerlukan suatu kepercayaan dari para muzaki untuk penghimpunan zakat. Tidak dimungkiri bahwa muzaki akan “nyaman” memberikan dan menyalurkan zakatnya kepada OPZ yang dinilai amanah, transparan, dan professional. Hingga saat ini, kapasitas lembaga zakat dan kepercayaan masyarakat, masih menjadi permasalahan umum yang dihadapi oleh kebanyakan OPZ ditambah dengan keadaan yang terjadi saat ini.

Lestari et al. (2015) mengutip pernyataan Purwakananta (2008) yang menyebut bahwa lembaga zakat saat ini menghadapi lima tantangan yang dihadapi:[16]

1.    Penguatan instansi,

2.    Tatanan zakat nasional

3.    Insentif negara terhadap gerakan kemasyarakatan

4.    Jaringan

5.    Konsistensi.

Lebih lanjut, Lestari menjelaskan sebagaimana yang dikutip dari Zarkasi (2008), bahwa ciri dari tata kelola organisasi yang baik adalah adanya transparansi atau keterbukaan dalam pengelolaannya, serta akuntabilitas. Dua hal ini menjadi ciri pembeda bagi suatu lembaga zakat yang menjaga nilai dan sistem tata kelola yang baik, merupakan kunci utama bagi lembaga zakat dalam mendapatkan predikat amanah.

Di masa pandemi, BAZNAS telah menyalurkan dana zakat pada tiga sektor pendistribusian yakni, darurat kesehatan, darurat ekonomi, dan keberlangsungan program existing, yang mana total dana zakat yang didistribusikan mencapai Rp. 40.393.920.757 dan 466.666 mustahiq penerima manfaat. Program penyaluran ini hanya berlaku pada masa pandemi yakni pada bulan april, mei, dan juni 2020. Untuk program penanganan darurat ekonomi, BAZNAS telah menyalurkan dana sebesar Rp. 27.100.081.223,. untuk masyarakat yang usahanya terkena dampak dari covid-19, atau bantuan bagi mereka para buruh informal maupun formal, para karyawan yang di PHK. BAZNAS juga telah memperluas titik gerai mikro bagi para mitra pengusaha mikro untuk tanggap pandemi covid-19 di sejumlah daerah.[17]

Realisasi program darurat ekonomi oleh BAZNAS RI terutama untuk memenuhi dan menjaga ketahanan kebutuhan pokok masyarakat, pemerintah telah membuat kebijakan social distancing dan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar untuk memutuskan mata rantai penyebaran covid-19. BAZNAS RI juga mengajak para pekerja harian seperti ojek online, sopir angkot dan lain-lain untuk bekerja sama dengan BAZNAS dalam melakukan pembersihan lingkungan seperti penyemprotan disinfektan di area publik dan atas kerja sama tersebut BAZNAS memberikan upah kepada mereka. BAZNAS juga telah merealisasi program darurat ekonomi dengan memprioritaskan dana zakat fitrah untuk mereka para keluarga-keluarga yang terkena dampak covid-19. Baznas juga memberikan bantuan langsung kepada masyarakat yang membutuhkan guna menjaga daya beli pada saat pandemi ini.

Disamping itu BAZNAS juga menyalurkan dana zakat untuk melindungi usaha para mitra yang terdampak covid-19 dengan penyesuaian seperti adaptasi bisnis di saat pandemi covid-19 dan memberikan inovasi produk kepada mitra seperti usaha jahit dalam pembuatan masker, hal ini dilakukan agar para mitra usaha tetap berjalan meski dikala pendemi covid-19. Penggunaan zakat untuk penanganan musibah covid-19 yang dijalankan oleh BAZNAS banyak manfaatnya. Hal ini sesuai dengan maqashid syariah dalam Islam dengan tujuan untuk menjaga dan melindungi kebutuhan umum manusia baik kebutuhan dharuriyyah, hajiyyah, dan tahsiniah.

Penggunaan zakat untuk penanganan covid-19 selaras dengan tujuan dari syariah tersebut. Lembaga zakat seperti BAZNAS telah melakukan program tanggap bencana untuk mambantu pemerintah dalam menangani pandemi ini. Sehingga dengan program yang dijalankan oleh Baznas dapat memberikan atau memenuhi kebutuahan dasar para korban covid-19. Dengan adanya pemenuhan kebutuhan dasar ini diharapkan masyarakat dapat menjalankan ibadah dengan khusuk (hifdzul din), sehat jasmani (hifdzul nafs), sehat rohani (hifdzul aql), dan pemenuhan rezeki yang halal (hifdzul maal). Berikut penyajian tabel tinjauan maqashid syariah terhadap penggunaan dana zakat dalam situasi pandemi covid-19.[18]

Tingkatan Maqashid Syariah

Analisis maqashid

Dharuriyah

Dengan adanya bantuan dana zakat yang diberikan kepada masyarakat tujuannya untuk menunaikan kebutuhan dasar mereka disaat pandemi ini (dharuriyah). Kebutuhan dasar tersebut mencakup, makanan, obat-obatan, bantuan langsung tunai, bantuan dana untuk ketahanan ekonomi masyarakat sehingga dengan pemenuhan kebutuhan primer tersebut akan berdampak terhadap perlindungan lima unsur dalam tujuan syariah yakni, perlindungan agama, jiwa, akal, dan harta.

Hajiyah

Aspek ḥājiyah dimaksudkan untuk menghilangkan kesulitan atau menjadikan pemeliharaan terhadap lima unsur pokok menjadi lebih baik lagi. Seperti Menambahkan peralatan-peralatan alat pelindung diri, memberikan cek kesehatan secara rutin. Sehingga dengan tambahan tersebut berdampak terhadap perlindungan diri bagi para penerima manfaat zakat.

 

KESIMPULAN

Dari pemaparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengelolaan zakat dalam sistem pelaksanaan zakat digital ini, perlu dilakukan strategi sosialisasi kepada masyarakat agar komunikasi antara lembaga zakat dan masyarakat dapat berlangsung serta membentuk kepercayaan masyarakat kepada lembaga zakat yang mengadakan sosialisasi tersebut. Adanya tuntutan kemajuan zaman di era digital ini, masyarakat berhak mendapatkan kemudahan untuk mengakses dan menerima berbagai informasi, termasuk informasi terkait pengelolaan zakat. Zakat digital diyakini akan membantu meningkatkan pengumpulan dan mempermudah pengelolaan zakat, sedekah, dan infak di Indonesia dengan menggunakan financial technology sekitar 5 % dari transaksi ekonomi sehingga dapat mendorong 10 % dari keseluruhan dana zakat yang dihimpun.

Dalam program penyaluran dana sosial seperti zakat yang dilakukan oleh organisasi pengelola zakat BAZNAS dan LAZ untuk penanganan covid-19 dimasa pandemi ini, dilakukan program tanggap bencana untuk membantu pemerintah dalam menangani pandemi ini. Sehingga dengan program yang dijalankan oleh Baznas dapat memberikan atau memenuhi kebutuahan dasar para korban covid-19. Adanya pemenuhan kebutuhan dasar diharapkan masyarakat dapat menjalankan ibadah dengan khusuk, sehat jasmani, sehat rohani, dan pemenuhan rezeki yang halal.

Referensi

Buku:

Al-Juzairi, Syaikh Abdurrahman. 2017. Fikih Empat Madzhab. Jil. 2. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Surahman, dkk. 2016. Metodologi Penelitian. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Badan Amil Zakat Nasional. 2020. Laporan BAZNAS Dalam Penanganan Pandemi Covid-19. Jakarta: Puskas BAZNAS.

 

Jurnal:

Anwar, Saeful, “Revolusi Industri 4.0 Islam dalam Merespon Tantangan Teknologi Digitalisasi”, Jurnal Studi Keislaman, (Vol. 8, No. 2, 2019).

Kadir, Afifuddin, dkk., “Penggunaan Dana Zakat pada Korban Covid-19 Perspektif Maqashid Syariah”, Journal of Islamic Law, (Vol. 1, No. 2, Juli/2020)

Khotimah, Winanda Qusnul dan Meita Larasati, “Hubungan Keamanan Persepsian terhadap Intensi Muzaki Membayar Zakat Menggunakan Aplikasi Digital”, Jurnal Ekonomi Syariah dan Filantropi Islam, (Vol. 3, No. 1, Juni/2019).

Pujianto, Bunga Larasati dan Kristianingsih, “Analisis Program Layanan Zakat Digital terhadap Penerimaan Zakat dengan Pendekatan Data Envelopment Analysist (DEA) pada Badan Amil Zakat Nasional”, Journal of Applied Islamic Economics and Finance, (Vol. 1, No. 1, Oktober/2020).

Rohim, Ade Nur, “Optimalisasi Penghimpunan  Zakat Melalui Digital”, Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, (Vol. 4, No. 1, Januari –Juni/2019).

Zaimah, “Analisis Progresif Skema Fundraising Wakaf dengan Pemanfaatan E-Commerce di Indonesia. Anil Islam, (Vol. 10, No. 2, 2017).

Internet:

HUMAS, “BAZNAS Ajak Masyarakat Zakat Digital”, baznas.co.id, https://basnas.go.id/Press_Release/baca/BAZNAS_Ajak_Masyarakat_Zakat_Digital/531, diakses tanggal 10 Juni 2021

Mukhtar, Umar, https://www.republika.co.id/berita/qmen6m366/3-hal-perlu-dievaluasi-untuk-dorong-kinerja-zakat-2021, diakses pada 11 Juni pukul 14.40.



[1] Winanda Qusnul Khotimah dan Meita Larasati, “Hubungan Keamanan Persepsian terhadap Intensi Muzaki Membayar Zakat Menggunakan Aplikasi Digital”, Jurnal Ekonomi Syariah dan Filantropi Islam, (Vol. 3, No. 1, Juni/2019), hlm. 71.

[2] Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, Fikih Empat Madzhab, Jil. 2, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2017), hlm. 422.

[3] Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi,  Ibid., hlm. 422-424.

[4] Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi,  Ibid., hlm. 424-432.

[5] Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi,  Ibid., hlm. 432-472..

[6] Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi,  Ibid., hlm. 473-474.

[7] HUMAS, “BAZNAS Ajak Masyarakat Zakat Digital”, baznas.co.id, https://basnas.go.id/Press_Release/baca/BAZNAS_Ajak_Masyarakat_Zakat_Digital/531, diakses tanggal 10 Juni 2021.

[8] Bunga Larasati Pujianto dan Kristianingsih, “Analisis Program Layanan Zakat Digital terhadap Penerimaan Zakat dengan Pendekatan Data Envelopment Analysist (DEA) pada Badan Amil Zakat Nasional”, Journal of Applied Islamic Economics and Finance, (Vol. 1, No. 1, Oktober/2020), hlm. 17.

[9] Afifuddin Kadir, dkk., “Penggunaan Dana Zakat pada Korban Covid-19 Perspektif Maqashid Syariah”, Journal of Islamic Law, (Vol. 1, No. 2, Juli/2020), hlm. 109.

[10] Saeful Anwar, “Revolusi Industri 4.0 Islam dalam Merespon Tantangan Teknologi Digitalisasi”, Jurnal Studi Keislaman, (Vol. 8, No. 2, 2019), hlm. 19-20.

[11] Surahman, dkk., Metodologi Penelitian, (Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan , 2016), hlm. 11.

[12] Surahman, dkk., Ibid., hlm. 154.

[13] Zaimah, “Analisis Progresif Skema Fundraising Wakaf dengan Pemanfaatan E-Commerce di Indonesia. Anil Islam, (Vol. 10, No. 2, 2017), hlm. 285–316.

    [14] Ade Nur Rohim, “Optimalisasi Penghimpunan  Zakat Melalui Digital”, Al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, (Vol. 4, No. 1, Januari –Juni/2019).

     [16] Lestari, dkk., “Identifikasi Faktor Organisasional dalam Pengembangan E-Governance pada Organisasi Pengelola Zakat. MIMBAR, (Vol. 31, No. 1, Juni/2015), hlm. 221-228.

     [18] Afifuddin Kadir, Op. cit., hlm. 115.

Related Posts

Related Posts