15fUkKsZVT9yDgBv50vtln5Ad8Y63wPOAJoCaduz

Kirimkan karya

Kirim

HMJ PAI UIN WALISONGO

Labels

Menyelami dan Menuang Konten Positif di Media Sosial pada Era Doble Distruption

 

dok. Freepik

Era Doble Distruption

Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa kita telah berada pada era society 5.0. Jika pada era revolusi indutri 4.0 ketersediaan teknologi begitu tinggi, adanya tren otomasi dan pertukaran data, maka pada era revolusi industri 5.0 berfokus pada bagaimana manusia mampu memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang ada. Prinsip dasarnya adalah tentang bagaimana peranan manusia itu sendiri bersama teknologi yang telah tercipta.

Adanya era society 5.0 dengan berbagai distrupsi yang turut mewarnai sekarang pun juga dibarengi dengan adanya pandemi Covid-19 yang telah hampir dua tahun ini melanda Indonesia dan mendampak pada semua aspek kehidupan, baik ekonomi, sosial, pendidikan maupun lainnya. Hadirnya pandemi Covid-19 tersebut membawa pula distrupsi dalam kehidupan di era ini, sehingga dapat dikatakan kita sedang berada pada era doble distruption.

Pada era ini, mau tidak mau kita memang harus beradaptasi. Setiap kita harus mengupayakan untuk meng-upgrade kemampuan serta mempersiapkan mental terhadap perubahan yang sedang terjadi ataupun yang mungkin saja akan terjadi. Mengingat konsep belajar sepanjang hayat menyadarkan kita untuk terus belajar, sehingga dalam kondisi apapun kita akan tetap dapat menyesuaikan diri.

Seperti halnya di era doble distruption ini, kita dihadapkan pada teknologi yang begitu banyaknya serta adanya pandemi yang mengharuskan adanya pembatasan sosial. Maka sudah pasti langkah yang dapat kita lakukan adalah bagaimana kita dapat memaksimalkan manfaat dari teknologi yang ada guna menunjang kehidupan di era doble distruption ini.

Manfaat dan Bahaya Media Sosial

Media sosial merupakan wadah dalam jagad maya yang menawarkan begitu banyak kemudahan dan hal-hal menarik di dalamnya, meskipun juga tidak dipungkiri ada banyak juga dampak negatif padanya. Salah satunya yang diangkat dalam film dokumneter berjudul “The Social Dilemma” yang menceritakan tentang begitu menyeramkannya media sosial. Media sosial telah mampu membuat pengunanya kecanduan dan tidak dapat lepas darinya, karena media sosial dengan algoritma yang dirancang mampu menyuguhkan apa-apa yang memang diminati oleh masing-masing penggunanya.

Kendati demikian, jika berfokus pada hal-hal negatif dari media sosial lalu enggan untuk menggunakannya, maka dapat dipastikan dapat tergerus oleh zaman dan media sosial tersebut tetap akan berkembang pesat dengan isian konten-konten yang tidak dapat dipastikan bahwa semua positif, karena faktanya memang ada begitu banyak konten negatif di media sosial.

Catatan Kominfo pada tahun 2019 menyebutkan bahwa terdapat 500.000 aduan konten negatif di media sosial. Data tersebut menggambarkan betapa bahayanya media sosial. Untuk itu, diperlukan konten-konten positif dalam media sosial untuk menangkal adanya konten-konten negatif tersebut.

Sekarang ini banyak pendakwah milenial pesantren yang telah membuat akun-akun media sosial dengan menuangkan konten-konten positif sehingga dapat menjadi salah satu satu langkah untuk menangkal adanya konten-konten negatif di media sosial.

Berdakwah Melalui Media Sosial

Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim, tidak hanya untuk seorang ustadz atau ustadzah saja yang berkeharusan untuk berdakwah. Tetapi, setiap kita, seorang muslim memiliki peran untuk melakukannya.

Sekarang ini, sangat sempin sekali jika dakwah hanya dilakukan di dunia nyata saja tanpa turut serta masuk dalam jagad maya. Dakwah pendidikan Islam perlu masuk dalam dunia media sosial sebagai upaya untuk menangkal hal-hal buruk yang ada di dalamnya, seperti tentang tata cara beretika baik etika dalam kehidupan sehari-hari di dunia nyata dan juga di dunia nyata misalnya berkomentar dan berargumentasi. Selain itu, dengan turut serta masuk dalam dunia maya maka dakwah yang disampaikan akan dapat tersebar luas, tidak terbatas ruang dan waktu.

Dakwah melalui media sosial merupakan salah satu langkah bijak dalam menyikapi perkembangan teknologi yang kiat pesatya. Dengan begitu, nilai-nilai positif pada dakwah akan tetap mengitari kita sekalipun kita seedang beraktivitas di dunia maya.

Media sosial dengan fitur-fitur yang dimiliki dan terus berkembnag dari hari ke hari memberikan tawaran menarik bagi pendakwah dalam menyebarkan konten-konten dakwah yang positif bagi para pengguna media sosial. Meskipun kita bukan merupakan ustadz atau ustadzah bukan berarti kita tidak dapat berdakwah. Ada sebuah kalimat berbunyi “dakwah itu bukan sebuah profesi, tetapi profesi yang kita miliki dapat menjadi jalan untuk berdakwah”. Sebagai contoh seseorang yang berprofesi sebagai desain grafis yang membuat ilustrasi menarik yang memuat konten dakwah yang telah disampaikan oleh seorang ulama misalnya, maka seorang tersebut pun juga melakukan dakwah dengan profesi yang dimilikinya.

Media sosial jutru memberikan wadah bagi siapa saja untuk melakukan dakwah dan menyebar luaskannya sehingga akan ada begitu banyak yang dapat mengambil  nilai positif dari dakwah tersebut. Sekali lagi, aktivitas dakwah pun harus beradaptasi dengan perkembangan yang ada, dakwah pun harus masuk dalam dunia maya juga. Karena jika tidka demikian, media sosial tersebut akan tetap berkembangan dan bertambah pula penggunanya.

Mengingat sebuah ungkapan dari Ali bin Abi Thalib “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian”. Ungkapan tersebut dapat diadopsi dalam menyikapi perkembangan media sosial yang ada. Pendakwah ataupun diri kita pada umumnya pun juga perlu berdakwah di media sosial, karena sekarang adalah eranya demikian. Berbeda dengan dahulu yang kegiatan dakwah adalah berkumpul dalam suatu majelis dalam satu ruang yang sama dan dalam waktu yang terbatas.

Ada banyak cara yang dapat digunakan oleh pendakwah di medai sosial, tidak hanya berdakwah bil-Kalam atau bil-Kitabah saja, melainkan juga dapat menggunakan metode audio visual, ilustrasi bergambar maupun bentuk yang lainnya asalkan tidak lepas dari esensi dakwah itu sendiri. Bahkan sekarang ini, media sosial yang viral salah satunya yaitu Tik-Tok  dengan jenis konten-konten berupa video-video singkat pun dapat digunakan sebagai media berdakwah di media sosial. Pendakwah dapat membuat konten Tik-Tok berisikan nilai dakwah yang dikemas secara ringan sehingga dapat diambil manfaatnya oleh pengguna yang menonton.

Selain itu, media sosial juga dapat menyebarkan manfaat dengan luas tanpa terbatas jarak dan waktu. Misalnya sebuah kitab atau buku yang mungkin saja tidak banyak dibaca banyak orang. Dengan memanfaatkan media sosial kita pun dapat membagikan isi dari kitab tersebut sehingga dapat diketahui banyak orang. Sebagai contoh misalnya suatu kitab yang memuat tentang bagaimana beretika, bergaul dengan teman, berinteraksi dengan lawan jenis, hidup rukun dan sebagainya dapat dikemas dalam sebuah ilustrasi bergambar yang dapt dibagikan di media sosial, sehingga pengethuan tersebut dapat diketahui oleh pengguna media sosial yang melihatnya. Selain itu, sekarang ini juga banyak film-film pendek Islami yang memuat nilai-nilai dakwah dan dibagikan di media sosial.

Tidak hanya itu, sekarang ini juga bnayak ulama-ula yang memiliki media sosial guna berdakwah di dalamnya, baik akun dikelola pribadi maupun dikelola oleh seseorang kepercayaannya. Misalnya ulama-ulama mulai memiliki youtube yang isisnya konten ceramah-ceramah. Hal tersebut merupakan langkah baik, selain dapat menjangkau luas, dengan mengunggah konten ceramah tersebut di media sosial juga dapat menjadi tempat menyimpan sehingga sewaktu-waktu dapat diputar atau disaksikan lagi oleh seseorang yang ingin menontonnya dan mencari nilai positif di dalamnya.


Penulis : Khilda Nur Lutfiyana

Related Posts

Related Posts