15fUkKsZVT9yDgBv50vtln5Ad8Y63wPOAJoCaduz

Kirimkan karya

Kirim

HMJ PAI UIN WALISONGO

Labels

Sebuah Kebebasan

 

dok. Freepik

Jauh sebelum dewasa, kita pernah bersinggungan dengan kebebasan. Melakukan semua hal yang kita sukai tanpa diperdaya berbagai persepsi yang berasal dari aturan dan hukum yang terbentuk. Tentu kebebasan ini berangkat dari pemikiran yang belum terkontaminasi oleh persoalan umum yang dialami saat usia dewasa.

Masa di mana kita tak memikirkan masalah ekonomi. Tidur dimanapun dan kapanpun yang kita inginkan, seakan kita menguasai waktu. Serta tak ada pertanyaan-pertanyaan menyebalkan seperti, “Kapan wisuda?”, “Kerja di mana?”, “Kapan menikah?”, “Kapan punya anak?”, dan pertanyaan lainyang membuat panik dan kikuk seketika.

Namun tak ada yang abadi, kebebasan yang kita harapkan bernaung selamanya dalam hidup ini perlahan-lahan direnggut usia. Mau tak mau semua dari kita akan berhadapan langsung dengan kenyataan yang akan berlangsung setiap waktu. Mulai dari persoalan gelar pendidikan hingga status pernikahan. Sehingga menjadi dewasa nampaknya menjengkelkan sekali, seolah kebebasan yang dulu dimiliki tak lagi mewarnai hari-hari yang kita jalani. Serta menjadi dewasa seakan menyisakan hidup yang amat keras. Entah tuntutan dari diri sendiri atau berasal dari cibiran sekitar.

Lantas, apakah kita tak punya kesempatan untuk merebut kembali kebebasan yang membahagiakan itu?  Jika dulu kita dapat melakukan semua hal tanpa dihalangi persepsi orang lain. Maka saat dewasa, kita hanya perlu berpikir merdeka dan bertindak penuh tanggung jawab. Hal ini mirip dengan bertindak bebas sekaligus menjadi penurut pada orang tua saat kanak-kanak.

Sehingga kebebasan yang selalu kita persoalkan memiliki konteks tertentu. Seperti dalam konteks bernegara, kebebasan berpikir dalam menyampaikan pendapat dan kritik kepada otoritas negara merupakan hak dan kebebasan seluruh warga negara. Namun, terkadang justru ada yang mengebiri kebebasan hanya karena kepentingan suatu kelompok yang terganggu oleh kritik. Terkadang kita cuma butuh kebebasan. Kebebasan menjadi diri sendiri untuk melanjutkan hidup hingga semuanya selesai. Seperti kebebasan saya untuk menulis dan mengunggah apapun yang saya kehendaki. Toh, saya tidak sedang menulis nama saya mencintai siapa menggunakan love seperti tulisan di meja anak SD pada zamannya. Tidak pula sedang menulis nama klub bola kebanggan serta nama organisasi di jembatan atau tembok pinggir jalan yang seringkali terlihat jelas dari seberang jalan.


Penulis : Alza Nabiel Zamzami (HMJ PAI Angkatan 2019)

Related Posts