15fUkKsZVT9yDgBv50vtln5Ad8Y63wPOAJoCaduz

Kirimkan karya

Kirim

HMJ PAI UIN WALISONGO

Labels

Mencari Kho'


Dok. Freepik

Mendekati waktu pilkada, para calon bupati sibuk kampanye kesana-sini. Mereka keliling daerah mencari dukungan, sebagian dari mereka juga ada yang muter-muter meminta do’a para kiai. Bambang salah satunya, ia mencalonkan diri menjadi Bupati di daerahnya. Bambang memang terkenal orang yang baik dan dermawan, ia juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Pagi ini Bambang berencana sowan ke kiai-kiai di daerah jawa, ia ditemani Sigit yang merupakan tangan kanannya. 

“Git, kita berangkat sekarang.” Kata Bambang kepada Sigit.

“Baik pak.”

Setelah melewati perjalanan yang cukup lama, sampailah mereka di rumah seorang kiai di sebuah desa dekat lereng gunung. Setelah dipersilakan masuk barulah mereka menyampaikan tujuan mereka sowan.

“Begini kiai, saat ini saya mencalonkan diri mejadi bupati. Saya mohon do’a dari kiai, semoga apa yang saya harapkan tercapai.”

“Bapak seharusnya tidak kemari, pulanglah. Di desa bapak ada seorang pemuda namanya Muntaha, bapak datanglah kepadanya.”

“Nggih kiai.” Jawab Bambang dengan keheranan. 

Kemudian mereka berpamitan kepada kiai tersebut dan masuk ke dalam mobil.

“Git, apa pak kiai tidak salah orang?.” Tanya bambang masih dengan keheranan.

“Saya juga kurang yakin pak, tapi tidak mungkin juga kiai membohongi kita.”

“Ya sudah, kita lanjutkan perjalanan saja, siapa tahu pak kiai salah orang.”

“Baik pak.”

Akhirnya mereka melanjutkan sowan ke kediaman kiai-kiai lain, tetapi anehnya setiap kiai yang mereka sowani selalu menjawab dengan jawaban yang sama. Karena hal tersebut, mereka memutuskan datang ke rumah Muntaha. Sebenarnya Bambang dan Sigit sudah cukup lama mengenal Muntaha, tetapi yang mereka tahu Muntaha hanyalah seorang pemuda biasa yang kesehariannya bercocok tanam di sawah.

“Assalamualaikum.” Bambang dan Sigit dengan serentak mengucap salam.

“Waalaikum salam, eh pak Bambang dan mas Sigit. Ada perlu apa malam-malam bertamu ke rumah saya?.”

Kemudian Bambang menceritakan apa yang ia alami seharian ini dan ia juga menceritakan apa tujuan mereka datang kepada Muntaha.

“Oh jadi itu alasan bapak kemari.”

“Iya mas.” Jawab bambang dengan pelan.

“Sebaiknya bapak sowan ke kiai Jamal, sampaikan saja saya yang meminta bapak datang ke sana.”

“Baik mas.”

Bambang menyanggupi permintaan Muntaha, ia berencana sowan ke kiai Jamal besok malam. Kiai Jamal adalah salah satu guru Muntaha, beliau berkeseharian sebagai petani seperti muridnya. Memang tidak banyak yang tahu bahwa kiai Jamal dan Muntaha adalah pengamal tasawuf, masyarakat hanya tahu mereka merupakan pribadi yang baik. Langit mulai gelap dan malam mulai berlenggang. Bambang berangkat ke rumah kiai Jamal yang terletak di samping mushola, kali ini ia berangkat sendirian. Sampailah Bambang di rumah kiai Jamal, tampak kiai Jamal sedang duduk di teras rumah.

“Assalamualaikum kiai.”

“Waalaikum salam, ada perlu apa pak Bambang malam-malam datang kemari?.”

“Saya diminta Muntaha untuk kemari kiai, katanya kiai dapat menolong saya.”

“Sebentar.” 

Jawab kiai Jamal sembari memejamkan mata dan menghisap rokoknya.

“Emmm, begitu permasalahannya.” 

Kata kiai Jamal sambil mengangguk.

“Bagaimana kiai, apakah kiai berkenan menolong saya?.” 

Tanya Bambang dengan wajah khawatir.

“Bapak harus mencari kho, jika semakin akhir kho semakin habis artinya bapak celaka.”

“Baik kiai.” 

Jawab Bambang dengan gemetar dan kebingungan. Setelah mendapat jawaban dari kiai Jamal, Bambang menghadap Muntaha untuk menyampaikan jawaban yang membingungkan itu.

“Assalamualaikum.”

“Waalaikum salam, bagaimana pak? Apa sudah dapat jawaban?.”

“Sudah, katanya harus cari kho, kalau semakin akhir kho semakin habis saya bisa celaka mas. Tolong saya mas.”

“Mulai besok bapak puasa tujuh hari dan selama tujuh hari diusahakan khatam Al-Qur’an. Saya juga akan melakukan hal yang sama. Setelah selesai melaksanakan yang saya minta, bapak datang lagi kemari.”

“Baik mas.”

Bambang menyanggupi arahan Muntaha, ia melaksanakan puasa dan menghatamkan Al-Qur’an. Sesuai perintah ia menghadap Muntaha setelah selesai menjalankan puasa itu.

“Mas, saya sudah menjalankan apa yang mas minta. Sekarang apa lagi yang harus saya lakukan?.”

“Sudah pak, saya juga sudah mendapat jawaban atas isyarat itu. Kho itu bermakna khoir atau kebaikan. Jika semakin hari kebaikan dalam diri seseorang itu semakin hilang, maka ia akan celaka di akhirat kelak. Saya berpesan kepada bapak, jika nanti bapak jadi bupati di daerah ini, tolong ingat perkataan saya.”

“Nggih mas, sekarang saya mohon dido’akan agar saya berhasil dalam pilkada ini.”

“Baik, saya do’akan.”

Setelah Muntaha menjelaskan maksud perkataan kiai Jamal untuk mencari kho, ia mendo’akan Bambang agar menjadi seorang bupati yang dicintai Tuhan dan dicintai rakyat. Beberapa hari setelah Bambang menghadap Muntaha sampailah di mana hari pemilihan kepala daerah. Suasana begitu meriah dalam prosesi pemilihan, setelah selesai seluruh masyarakat menggunkan hak pilihnya dihitunglah suara yang masuk. Hasil dari pengitungan seluruh suara yang masuk menyatakan Bambang mendapat suara terbanyak, dengan demikian tercapailah harapan Bambang menjadi seorang bupati. Memang segala sesuatu yang didasari dengan niat yang baik, dijalankan dengan sungguh-sungguh dan tawakal kepada Allah akan menuai hasil yang maksimal. Faidza ‘Azamta Fatawakkal ‘Ala llah.


Penulis : Muhammad Najwa Maulana (HMJ PAI Angkatan 2020)

Related Posts

Related Posts